Pesan Untuk Anggota Kabinet

Berbeda dengan kabinet pemerintahan 7 Presiden sebelumnya, karena untuk kabinet Presiden ini

kali (Ke 8) akan menghadapi pilihan tunggal “take it” or “die” dalam menyongsong perubahan jaman. Pilihan tunggal tersebut tidak bisa lepas dari realita kemerosotan keadaban bangsa dan ketertinggalan bangsa dalam melakukan berbagai perubahan jaman yang terjadi selama ini.

Tugas berat kini ada dipundak Jenderal TNI (Pur) Prabowo Soebianto selaku Presiden Terpilih bersama segenap Anggota Kabinet pilihannya, karena untuk memasuki era baru kedepan perlu Pemimpin yang extra berani untuk menjebol kendala realitas yang selama ini memasung bangsa kita.  

Kendala Realitas Bangsa

Fakta sosial membuktikan bahwa NKRI yang kini umurnya menginjak 79 tahun, dalam prakteknya sejumlah model demokrasi dan tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang digelar, jauh dari tuntunan Pancasila. Hal ini dapat dibuktikan, antara lain pada:  

(1) Sistem Demokrasi Tanpa Jenis Kelamin. Lihat saja, kehendak “Founding Fathers” untuk membentuk Pemerintahan dimana “Kedaulatan Ditangan Rakyat” (Demokrasi), tapi Batang Tubuh UUD nya belum mengatur tentang Partai dan Pemilu. Padahal mustahil ada demokrasi tanpa keberadaan Partai dan Pemilu, dan lagi “tool” tata kelola dihampir semua bidang kehidupan, juga belum sempat dirumuskan.  

Sementara itu paska transisi Reformasi, sistem demokrasi yang digelar tetap saja tanpa kejelasan “jenis kelamin”. Pilihan sistem presidensial yang dibuktikan dengan Pilpres langsung, tapi dalam pengaturan DPR nya menggunakan model Parlementer. Dampaknya, maka kabinet yang dibentuk oleh kedua presiden pendahulunya menggunakan model  KOALISI yang dalam prakteknya adalah bagi-bagi kekuasaan.

(2) Negara Melakukan Pendholiman dan Diskriminasi. Pendholiman Negara kepada anak bangsanya sendiri dengan menggunakan stempel “aliran sesat” berulang kali terjadi, terakhir terhadap kasus Gafatar dan juga Ponpes Al Zaetun walaupun dengan menggunakan intrumen yang berbeda.

Belum lagi praktek “Capital Violence” oleh Konglomerat papan atas yang dibiarkan Negara, seperti yang terjadi pada sejumlah Kawasan Apartemen dan pengusiran anak keturunan Kuli Kontrak Belanda dan Transmigran dengan alasan “penertiban” karena tanah mereka masuk dalam area yang tertuang dalam Linsensi yang diterbitkan oleh Pemerintah belakangan.

Sementara praktek “Diskriminasi” justru dilakukan oleh Negara dilakukan secara kasat mata.  Jauh sebelum NKRI lahir, dibumi Nusantara sudah ada Masyarakat Adat, seperti Samin, Tengger, Dayak, Timor dan puluhan atau bahkan ratusan lain. Dalam praktek nya mereka mendapat kesulitan dalam membikin KTP (Kartu Tanda Penduduk) kecuali dengan berbohong dalam mengisi kolom agama. Sementara dilingkungan WNI yang beragama sendiri, ribut soal pendirian Rumah Ibadah selama berpuluh tahun tiada berkesudahan. Dan masih banyak lagi praktek diskriminasi yang justru dilakukan oleh Negara, seperti dalam pengesahan Kawin Campur beda agama.

Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top