Sulaeman Pontoh: Kewenangan Polri Terbatas Pada Menjaga Keamanan dan Ketertiban masyarakat, Menangani Ancaman dari Luar Negeri, Biasanya Tugas TNI

Jakarta – Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dianggap paradoks dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Revisi tersebut menunjukkan adanya perbedaan kewenangan yang bertentangan dengan yang diatur dalam UUD 1945.

Laksdya TNI (Purn) Sulaeman Pontoh, mantan Kabais  mengkritisi pasal dalam RUU POLRI yang memberi POLRI kewenangan menangani ancaman dari luar negeri, yang biasanya adalah tugas TNI. Pakar tata negara juga mempertanyakan apakah rakyat butuh penambahan kewenangan ini atau lebih membutuhkan UU Keamanan Nasional.Reformasi Internal ABRI dan Keamanan Nasional.

Ponto menjelaskan bahwa dalam UUD 1945, kewenangan Polri terbatas pada menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Namun, dalam revisi UU Polri, kewenangan tersebut menjadi lebih luas.

“UUD 1945 dan revisi UU Polri ini paradoks,” ujar mantan Kepala Data Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Soleman Ponto dalam diskusi bertajuk ‘Dampak Kewenangan Revisi UU TNI dan Revisi UU Polri Terhadap Ruang Demokrasi dan Ruang Kebebasan Berekspresi’ di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis, (4/7/2024).

Ponto juga menyoroti isi Pasal 16A dan Pasal 16B dalam revisi UU Polri. Menurutnya, muatan tersebut berpotensi tumpang tindih dengan lembaga terkait lainnya.

Dalam Pasal 16A, disebutkan bahwa untuk menjalankan tugas Intelkam, Polri memiliki wewenang melakukan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan intelijen. Selain itu, mereka juga bertanggung jawab melakukan deteksi dini dan peringatan dini untuk mencegah serta menangani berbagai ancaman, termasuk keberadaan dan aktivitas orang asing, demi menjaga kepentingan nasional dengan menghormati hak asasi manusia.

Sementara itu, Pasal 16B menyatakan bahwa Intelkam Polri berhak meminta informasi dari kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lainnya, serta melakukan pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi.

“Untuk 16A, 16B itu bukan hanya koneksi tumpang tindih, betul dia akan tumpang tindih dengan BAIS, BIN, kejaksaan dan lain-lain tapi yang paling mendasar disitu kita melegalkan pelaksanaan operasi intelijen secara hukum, yang selama ini operasi intelijen itu dilarang secara hukum ya secara hukum dilarang,” tegasnya.

GeMOI Centre (Gerakan Muliakan Orang Indonesia) mendukung partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan untuk pembuatan atau revisi undang-undang. Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus memastikan setiap UU yang dibuat bermanfaat bagi rakyat.

Saat ini, RUU POLRI menjadi sorotan di tengah keluhan masyarakat terkait penegakan hukum yang amburadul. Pentingnya Peran POLRI dalam Penegakan hukum memiliki peran vital dalam menjaga tatanan sosial dan hukum, serta menegakkan keadilan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Namun, sistem penegakan hukum di Indonesia masih perlu perbaikan besar.

Partisipasi masyarakat sebagai warga hukum yang baik adalah kunci sukses dalam menciptakan negara hukum yang bersih dan adil.Krisis Kepercayaan terhadap Aparat Penegak Hukum Banyak masyarakat mengakui bahwa hukum bisa dibeli, menyebabkan aparat penegak hukum sulit diandalkan. Hukum seharusnya menjadi alat pembaruan masyarakat, namun kini malah sering disalahgunakan oleh oligarki dan mafia hukum. Ketidakadilan dalam penegakan hukum bisa memicu perlawanan anarkis yang merugikan pembangunan bangsa.Tanggung Jawab Bersama dalam Menegakkan Hukum.

GeMOI Centre menekankan pentingnya tanggung jawab setiap warga, khususnya penggiat hukum dan pejabat peradilan, dalam menegakkan hukum dengan berani, jujur, dan bertanggung jawab. Hal ini penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan penegak hukum lainnya.RUU POLRI dan Kebutuhan Hukum Kekinian.

Dr. Yusuf Warsim dari KOMPOLNAS menyatakan bahwa RUU POLRI adalah inisiatif DPR RI dan diperlukan untuk menjawab tuntutan hukum dan tugas POLRI kekinian. Namun, kajian mendalam diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih fungsi dengan lembaga negara lain seperti TNI dan BIN.

Dr. Abdul Chair Ramadhan menambahkan bahwa RUU ini diperlukan untuk memperjelas pemahaman tentang keamanan nasional yang dipilah tapi tak bisa. Kekhawatiran Penambahan Kewenangan TNI (Purn) Sulaeman Pontoh mengkritisi pasal dalam RUU POLRI yang memberi POLRI kewenangan menangani ancaman dari luar negeri, yang biasanya adalah tugas TNI.

Pakar tata negara juga mempertanyakan apakah rakyat butuh penambahan kewenangan ini atau lebih membutuhkan UU Keamanan Nasional.Reformasi Internal ABRI dan Keamanan Nasional Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi menjelaskan bahwa reformasi ABRI telah mengubah konsep keamanan, dengan penekanan pada hukum sebagai pilar demokrasi. Jika hukum tegak, rakyat akan aman. Jika hukum amburadul, itu adalah kegagalan demokrasi. Karenanya, keamanan harus dikelola oleh aparatur sipil sebelum TNI dilibatkan jika situasi memburuk.Partisipasi Publik dalam Pembentukan UUGeMOI Centre menyarankan agar RUU POLRI direvisi dan memberi kesempatan partisipasi publik sebelum disahkan. Ini untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan memastikan UU tersebut benar-benar menjawab masalah mafia hukum yang menyengsarakan rakyat. GeMOI juga meminta Presiden Jokowi untuk menunda pengiriman RUU ini ke DPR kecuali untuk pasal perpanjangan usia pensiun dan kesejahteraan anggota POLRI.Mendukung Partisipasi Publik dalam Pembuatan UUGeMOI Centre (Gerakan Muliakan Orang Indonesia) mendukung partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan untuk pembuatan atau revisi undang-undang. Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus memastikan setiap UU yang dibuat bermanfaat bagi rakyat. Saat ini, RUU POLRI menjadi sorotan di tengah keluhan masyarakat terkait penegakan hukum yang amburadul.Pentingnya Peran POLRI dalam Penegakan HukumPOLRI memiliki peran vital dalam menjaga tatanan sosial dan hukum, serta menegakkan keadilan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Namun, sistem penegakan hukum di Indonesia masih perlu perbaikan besar. Partisipasi masyarakat sebagai warga hukum yang baik adalah kunci sukses dalam menciptakan negara hukum yang bersih dan adil.Krisis Kepercayaan terhadap Aparat Penegak HukumBanyak masyarakat mengakui bahwa hukum bisa dibeli, menyebabkan aparat penegak hukum sulit diandalkan. Hukum seharusnya menjadi alat pembaruan masyarakat, namun kini malah sering disalahgunakan oleh oligarki dan mafia hukum. Ketidakadilan dalam penegakan hukum bisa memicu perlawanan anarkis yang merugikan pembangunan bangsa.Tanggung Jawab Bersama dalam Menegakkan HukumGeMOI Centre menekankan pentingnya tanggung jawab setiap warga, khususnya penggiat hukum dan pejabat peradilan, dalam menegakkan hukum dengan berani, jujur, dan bertanggung jawab. Hal ini penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan penegak hukum lainnya.RUU POLRI dan Kebutuhan Hukum KekinianDr. Yusuf Warsim dari KOMPOLNAS menyatakan bahwa RUU POLRI adalah inisiatif DPR RI dan diperlukan untuk menjawab tuntutan hukum dan tugas POLRI kekinian. Namun, kajian mendalam diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih fungsi dengan lembaga negara lain seperti TNI dan BIN. Dr. Abdul Chair Ramadhan menambahkan bahwa RUU ini diperlukan untuk memperjelas pemahaman tentang keamanan nasional yang dipilah tapi tak bisa dipisah

Kekhawatiran Penambahan Kewenangan POLRI.

Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi menjelaskan bahwa reformasi ABRI telah mengubah konsep keamanan, dengan penekanan pada hukum sebagai pilar demokrasi. Jika hukum tegak, rakyat akan aman. Jika hukum amburadul, itu adalah kegagalan demokrasi. Karenanya, keamanan harus dikelola oleh aparatur sipil sebelum TNI dilibatkan jika situasi memburuk. Partisipasi Publik dalam Pembentukan UU.

GeMOI Centre menyarankan agar RUU POLRI direvisi dan memberi kesempatan partisipasi publik sebelum disahkan. Ini untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan memastikan UU tersebut benar-benar menjawab masalah mafia hukum yang menyengsarakan rakyat.

GeMOI juga meminta Presiden Jokowi untuk menunda pengiriman RUU ini ke DPR kecuali untuk pasal perpanjangan usia pensiun dan kesejahteraan anggota POLRI.

(red)

Jakarta – Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dianggap paradoks dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Revisi tersebut menunjukkan adanya perbedaan kewenangan yang bertentangan dengan yang diatur dalam UUD 1945.

Laksdya TNI (Purn) Sulaeman Pontoh, mantan Kabais  mengkritisi pasal dalam RUU POLRI yang memberi POLRI kewenangan menangani ancaman dari luar negeri, yang biasanya adalah tugas TNI. Pakar tata negara juga mempertanyakan apakah rakyat butuh penambahan kewenangan ini atau lebih membutuhkan UU Keamanan Nasional.Reformasi Internal ABRI dan Keamanan Nasional.

Ponto menjelaskan bahwa dalam UUD 1945, kewenangan Polri terbatas pada menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Namun, dalam revisi UU Polri, kewenangan tersebut menjadi lebih luas.

“UUD 1945 dan revisi UU Polri ini paradoks,” ujar mantan Kepala Data Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Soleman Ponto dalam diskusi bertajuk ‘Dampak Kewenangan Revisi UU TNI dan Revisi UU Polri Terhadap Ruang Demokrasi dan Ruang Kebebasan Berekspresi’ di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis, (4/7/2024).

Ponto juga menyoroti isi Pasal 16A dan Pasal 16B dalam revisi UU Polri. Menurutnya, muatan tersebut berpotensi tumpang tindih dengan lembaga terkait lainnya.

Dalam Pasal 16A, disebutkan bahwa untuk menjalankan tugas Intelkam, Polri memiliki wewenang melakukan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan intelijen. Selain itu, mereka juga bertanggung jawab melakukan deteksi dini dan peringatan dini untuk mencegah serta menangani berbagai ancaman, termasuk keberadaan dan aktivitas orang asing, demi menjaga kepentingan nasional dengan menghormati hak asasi manusia.

Sementara itu, Pasal 16B menyatakan bahwa Intelkam Polri berhak meminta informasi dari kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lainnya, serta melakukan pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi.

“Untuk 16A, 16B itu bukan hanya koneksi tumpang tindih, betul dia akan tumpang tindih dengan BAIS, BIN, kejaksaan dan lain-lain tapi yang paling mendasar disitu kita melegalkan pelaksanaan operasi intelijen secara hukum, yang selama ini operasi intelijen itu dilarang secara hukum ya secara hukum dilarang,” tegasnya.

GeMOI Centre (Gerakan Muliakan Orang Indonesia) mendukung partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan untuk pembuatan atau revisi undang-undang. Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus memastikan setiap UU yang dibuat bermanfaat bagi rakyat.

Saat ini, RUU POLRI menjadi sorotan di tengah keluhan masyarakat terkait penegakan hukum yang amburadul. Pentingnya Peran POLRI dalam Penegakan hukum memiliki peran vital dalam menjaga tatanan sosial dan hukum, serta menegakkan keadilan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Namun, sistem penegakan hukum di Indonesia masih perlu perbaikan besar.

Partisipasi masyarakat sebagai warga hukum yang baik adalah kunci sukses dalam menciptakan negara hukum yang bersih dan adil.Krisis Kepercayaan terhadap Aparat Penegak Hukum Banyak masyarakat mengakui bahwa hukum bisa dibeli, menyebabkan aparat penegak hukum sulit diandalkan. Hukum seharusnya menjadi alat pembaruan masyarakat, namun kini malah sering disalahgunakan oleh oligarki dan mafia hukum. Ketidakadilan dalam penegakan hukum bisa memicu perlawanan anarkis yang merugikan pembangunan bangsa.Tanggung Jawab Bersama dalam Menegakkan Hukum.

GeMOI Centre menekankan pentingnya tanggung jawab setiap warga, khususnya penggiat hukum dan pejabat peradilan, dalam menegakkan hukum dengan berani, jujur, dan bertanggung jawab. Hal ini penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan penegak hukum lainnya.RUU POLRI dan Kebutuhan Hukum Kekinian.

Dr. Yusuf Warsim dari KOMPOLNAS menyatakan bahwa RUU POLRI adalah inisiatif DPR RI dan diperlukan untuk menjawab tuntutan hukum dan tugas POLRI kekinian. Namun, kajian mendalam diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih fungsi dengan lembaga negara lain seperti TNI dan BIN.

Dr. Abdul Chair Ramadhan menambahkan bahwa RUU ini diperlukan untuk memperjelas pemahaman tentang keamanan nasional yang dipilah tapi tak bisa. Kekhawatiran Penambahan Kewenangan TNI (Purn) Sulaeman Pontoh mengkritisi pasal dalam RUU POLRI yang memberi POLRI kewenangan menangani ancaman dari luar negeri, yang biasanya adalah tugas TNI.

Pakar tata negara juga mempertanyakan apakah rakyat butuh penambahan kewenangan ini atau lebih membutuhkan UU Keamanan Nasional.Reformasi Internal ABRI dan Keamanan Nasional Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi menjelaskan bahwa reformasi ABRI telah mengubah konsep keamanan, dengan penekanan pada hukum sebagai pilar demokrasi. Jika hukum tegak, rakyat akan aman. Jika hukum amburadul, itu adalah kegagalan demokrasi. Karenanya, keamanan harus dikelola oleh aparatur sipil sebelum TNI dilibatkan jika situasi memburuk.Partisipasi Publik dalam Pembentukan UUGeMOI Centre menyarankan agar RUU POLRI direvisi dan memberi kesempatan partisipasi publik sebelum disahkan. Ini untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan memastikan UU tersebut benar-benar menjawab masalah mafia hukum yang menyengsarakan rakyat. GeMOI juga meminta Presiden Jokowi untuk menunda pengiriman RUU ini ke DPR kecuali untuk pasal perpanjangan usia pensiun dan kesejahteraan anggota POLRI.Mendukung Partisipasi Publik dalam Pembuatan UUGeMOI Centre (Gerakan Muliakan Orang Indonesia) mendukung partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan untuk pembuatan atau revisi undang-undang. Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus memastikan setiap UU yang dibuat bermanfaat bagi rakyat. Saat ini, RUU POLRI menjadi sorotan di tengah keluhan masyarakat terkait penegakan hukum yang amburadul.Pentingnya Peran POLRI dalam Penegakan HukumPOLRI memiliki peran vital dalam menjaga tatanan sosial dan hukum, serta menegakkan keadilan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Namun, sistem penegakan hukum di Indonesia masih perlu perbaikan besar. Partisipasi masyarakat sebagai warga hukum yang baik adalah kunci sukses dalam menciptakan negara hukum yang bersih dan adil.Krisis Kepercayaan terhadap Aparat Penegak HukumBanyak masyarakat mengakui bahwa hukum bisa dibeli, menyebabkan aparat penegak hukum sulit diandalkan. Hukum seharusnya menjadi alat pembaruan masyarakat, namun kini malah sering disalahgunakan oleh oligarki dan mafia hukum. Ketidakadilan dalam penegakan hukum bisa memicu perlawanan anarkis yang merugikan pembangunan bangsa.Tanggung Jawab Bersama dalam Menegakkan HukumGeMOI Centre menekankan pentingnya tanggung jawab setiap warga, khususnya penggiat hukum dan pejabat peradilan, dalam menegakkan hukum dengan berani, jujur, dan bertanggung jawab. Hal ini penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan penegak hukum lainnya.RUU POLRI dan Kebutuhan Hukum KekinianDr. Yusuf Warsim dari KOMPOLNAS menyatakan bahwa RUU POLRI adalah inisiatif DPR RI dan diperlukan untuk menjawab tuntutan hukum dan tugas POLRI kekinian. Namun, kajian mendalam diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih fungsi dengan lembaga negara lain seperti TNI dan BIN. Dr. Abdul Chair Ramadhan menambahkan bahwa RUU ini diperlukan untuk memperjelas pemahaman tentang keamanan nasional yang dipilah tapi tak bisa dipisah

Kekhawatiran Penambahan Kewenangan POLRI.

Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi menjelaskan bahwa reformasi ABRI telah mengubah konsep keamanan, dengan penekanan pada hukum sebagai pilar demokrasi. Jika hukum tegak, rakyat akan aman. Jika hukum amburadul, itu adalah kegagalan demokrasi. Karenanya, keamanan harus dikelola oleh aparatur sipil sebelum TNI dilibatkan jika situasi memburuk. Partisipasi Publik dalam Pembentukan UU.

GeMOI Centre menyarankan agar RUU POLRI direvisi dan memberi kesempatan partisipasi publik sebelum disahkan. Ini untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan memastikan UU tersebut benar-benar menjawab masalah mafia hukum yang menyengsarakan rakyat.

GeMOI juga meminta Presiden Jokowi untuk menunda pengiriman RUU ini ke DPR kecuali untuk pasal perpanjangan usia pensiun dan kesejahteraan anggota POLRI.

Jakarta – Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dianggap paradoks dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Revisi tersebut menunjukkan adanya perbedaan kewenangan yang bertentangan dengan yang diatur dalam UUD 1945.

Laksdya TNI (Purn) Sulaeman Pontoh, mantan Kabais  mengkritisi pasal dalam RUU POLRI yang memberi POLRI kewenangan menangani ancaman dari luar negeri, yang biasanya adalah tugas TNI. Pakar tata negara juga mempertanyakan apakah rakyat butuh penambahan kewenangan ini atau lebih membutuhkan UU Keamanan Nasional.Reformasi Internal ABRI dan Keamanan Nasional.

Ponto menjelaskan bahwa dalam UUD 1945, kewenangan Polri terbatas pada menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Namun, dalam revisi UU Polri, kewenangan tersebut menjadi lebih luas.

“UUD 1945 dan revisi UU Polri ini paradoks,” ujar mantan Kepala Data Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Soleman Ponto dalam diskusi bertajuk ‘Dampak Kewenangan Revisi UU TNI dan Revisi UU Polri Terhadap Ruang Demokrasi dan Ruang Kebebasan Berekspresi’ di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis, (4/7/2024).

Ponto juga menyoroti isi Pasal 16A dan Pasal 16B dalam revisi UU Polri. Menurutnya, muatan tersebut berpotensi tumpang tindih dengan lembaga terkait lainnya.

Dalam Pasal 16A, disebutkan bahwa untuk menjalankan tugas Intelkam, Polri memiliki wewenang melakukan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan intelijen. Selain itu, mereka juga bertanggung jawab melakukan deteksi dini dan peringatan dini untuk mencegah serta menangani berbagai ancaman, termasuk keberadaan dan aktivitas orang asing, demi menjaga kepentingan nasional dengan menghormati hak asasi manusia.

Sementara itu, Pasal 16B menyatakan bahwa Intelkam Polri berhak meminta informasi dari kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lainnya, serta melakukan pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi.

“Untuk 16A, 16B itu bukan hanya koneksi tumpang tindih, betul dia akan tumpang tindih dengan BAIS, BIN, kejaksaan dan lain-lain tapi yang paling mendasar disitu kita melegalkan pelaksanaan operasi intelijen secara hukum, yang selama ini operasi intelijen itu dilarang secara hukum ya secara hukum dilarang,” tegasnya.

GeMOI Centre (Gerakan Muliakan Orang Indonesia) mendukung partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan untuk pembuatan atau revisi undang-undang. Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus memastikan setiap UU yang dibuat bermanfaat bagi rakyat.

Saat ini, RUU POLRI menjadi sorotan di tengah keluhan masyarakat terkait penegakan hukum yang amburadul. Pentingnya Peran POLRI dalam Penegakan hukum memiliki peran vital dalam menjaga tatanan sosial dan hukum, serta menegakkan keadilan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Namun, sistem penegakan hukum di Indonesia masih perlu perbaikan besar.

Partisipasi masyarakat sebagai warga hukum yang baik adalah kunci sukses dalam menciptakan negara hukum yang bersih dan adil.Krisis Kepercayaan terhadap Aparat Penegak Hukum Banyak masyarakat mengakui bahwa hukum bisa dibeli, menyebabkan aparat penegak hukum sulit diandalkan. Hukum seharusnya menjadi alat pembaruan masyarakat, namun kini malah sering disalahgunakan oleh oligarki dan mafia hukum. Ketidakadilan dalam penegakan hukum bisa memicu perlawanan anarkis yang merugikan pembangunan bangsa.Tanggung Jawab Bersama dalam Menegakkan Hukum.

GeMOI Centre menekankan pentingnya tanggung jawab setiap warga, khususnya penggiat hukum dan pejabat peradilan, dalam menegakkan hukum dengan berani, jujur, dan bertanggung jawab. Hal ini penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan penegak hukum lainnya.RUU POLRI dan Kebutuhan Hukum Kekinian.

Dr. Yusuf Warsim dari KOMPOLNAS menyatakan bahwa RUU POLRI adalah inisiatif DPR RI dan diperlukan untuk menjawab tuntutan hukum dan tugas POLRI kekinian. Namun, kajian mendalam diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih fungsi dengan lembaga negara lain seperti TNI dan BIN.

Dr. Abdul Chair Ramadhan menambahkan bahwa RUU ini diperlukan untuk memperjelas pemahaman tentang keamanan nasional yang dipilah tapi tak bisa. Kekhawatiran Penambahan Kewenangan TNI (Purn) Sulaeman Pontoh mengkritisi pasal dalam RUU POLRI yang memberi POLRI kewenangan menangani ancaman dari luar negeri, yang biasanya adalah tugas TNI.

Pakar tata negara juga mempertanyakan apakah rakyat butuh penambahan kewenangan ini atau lebih membutuhkan UU Keamanan Nasional.Reformasi Internal ABRI dan Keamanan Nasional Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi menjelaskan bahwa reformasi ABRI telah mengubah konsep keamanan, dengan penekanan pada hukum sebagai pilar demokrasi. Jika hukum tegak, rakyat akan aman. Jika hukum amburadul, itu adalah kegagalan demokrasi. Karenanya, keamanan harus dikelola oleh aparatur sipil sebelum TNI dilibatkan jika situasi memburuk.Partisipasi Publik dalam Pembentukan UUGeMOI Centre menyarankan agar RUU POLRI direvisi dan memberi kesempatan partisipasi publik sebelum disahkan. Ini untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan memastikan UU tersebut benar-benar menjawab masalah mafia hukum yang menyengsarakan rakyat. GeMOI juga meminta Presiden Jokowi untuk menunda pengiriman RUU ini ke DPR kecuali untuk pasal perpanjangan usia pensiun dan kesejahteraan anggota POLRI.Mendukung Partisipasi Publik dalam Pembuatan UUGeMOI Centre (Gerakan Muliakan Orang Indonesia) mendukung partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan untuk pembuatan atau revisi undang-undang. Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus memastikan setiap UU yang dibuat bermanfaat bagi rakyat. Saat ini, RUU POLRI menjadi sorotan di tengah keluhan masyarakat terkait penegakan hukum yang amburadul.Pentingnya Peran POLRI dalam Penegakan HukumPOLRI memiliki peran vital dalam menjaga tatanan sosial dan hukum, serta menegakkan keadilan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Namun, sistem penegakan hukum di Indonesia masih perlu perbaikan besar. Partisipasi masyarakat sebagai warga hukum yang baik adalah kunci sukses dalam menciptakan negara hukum yang bersih dan adil.Krisis Kepercayaan terhadap Aparat Penegak HukumBanyak masyarakat mengakui bahwa hukum bisa dibeli, menyebabkan aparat penegak hukum sulit diandalkan. Hukum seharusnya menjadi alat pembaruan masyarakat, namun kini malah sering disalahgunakan oleh oligarki dan mafia hukum. Ketidakadilan dalam penegakan hukum bisa memicu perlawanan anarkis yang merugikan pembangunan bangsa.Tanggung Jawab Bersama dalam Menegakkan HukumGeMOI Centre menekankan pentingnya tanggung jawab setiap warga, khususnya penggiat hukum dan pejabat peradilan, dalam menegakkan hukum dengan berani, jujur, dan bertanggung jawab. Hal ini penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan penegak hukum lainnya.RUU POLRI dan Kebutuhan Hukum KekinianDr. Yusuf Warsim dari KOMPOLNAS menyatakan bahwa RUU POLRI adalah inisiatif DPR RI dan diperlukan untuk menjawab tuntutan hukum dan tugas POLRI kekinian. Namun, kajian mendalam diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih fungsi dengan lembaga negara lain seperti TNI dan BIN. Dr. Abdul Chair Ramadhan menambahkan bahwa RUU ini diperlukan untuk memperjelas pemahaman tentang keamanan nasional yang dipilah tapi tak bisa dipisah

Kekhawatiran Penambahan Kewenangan POLRI.

Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi menjelaskan bahwa reformasi ABRI telah mengubah konsep keamanan, dengan penekanan pada hukum sebagai pilar demokrasi. Jika hukum tegak, rakyat akan aman. Jika hukum amburadul, itu adalah kegagalan demokrasi. Karenanya, keamanan harus dikelola oleh aparatur sipil sebelum TNI dilibatkan jika situasi memburuk. Partisipasi Publik dalam Pembentukan UU.

GeMOI Centre menyarankan agar RUU POLRI direvisi dan memberi kesempatan partisipasi publik sebelum disahkan. Ini untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan memastikan UU tersebut benar-benar menjawab masalah mafia hukum yang menyengsarakan rakyat.

GeMOI juga meminta Presiden Jokowi untuk menunda pengiriman RUU ini ke DPR kecuali untuk pasal perpanjangan usia pensiun dan kesejahteraan anggota POLRI.

Jakarta – Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dianggap paradoks dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Revisi tersebut menunjukkan adanya perbedaan kewenangan yang bertentangan dengan yang diatur dalam UUD 1945.

Laksdya TNI (Purn) Sulaeman Pontoh, mantan Kabais  mengkritisi pasal dalam RUU POLRI yang memberi POLRI kewenangan menangani ancaman dari luar negeri, yang biasanya adalah tugas TNI. Pakar tata negara juga mempertanyakan apakah rakyat butuh penambahan kewenangan ini atau lebih membutuhkan UU Keamanan Nasional.Reformasi Internal ABRI dan Keamanan Nasional.

Ponto menjelaskan bahwa dalam UUD 1945, kewenangan Polri terbatas pada menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Namun, dalam revisi UU Polri, kewenangan tersebut menjadi lebih luas.

“UUD 1945 dan revisi UU Polri ini paradoks,” ujar mantan Kepala Data Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Soleman Ponto dalam diskusi bertajuk ‘Dampak Kewenangan Revisi UU TNI dan Revisi UU Polri Terhadap Ruang Demokrasi dan Ruang Kebebasan Berekspresi’ di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis, (4/7/2024).

Ponto juga menyoroti isi Pasal 16A dan Pasal 16B dalam revisi UU Polri. Menurutnya, muatan tersebut berpotensi tumpang tindih dengan lembaga terkait lainnya.

Dalam Pasal 16A, disebutkan bahwa untuk menjalankan tugas Intelkam, Polri memiliki wewenang melakukan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan intelijen. Selain itu, mereka juga bertanggung jawab melakukan deteksi dini dan peringatan dini untuk mencegah serta menangani berbagai ancaman, termasuk keberadaan dan aktivitas orang asing, demi menjaga kepentingan nasional dengan menghormati hak asasi manusia.

Sementara itu, Pasal 16B menyatakan bahwa Intelkam Polri berhak meminta informasi dari kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lainnya, serta melakukan pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi.

“Untuk 16A, 16B itu bukan hanya koneksi tumpang tindih, betul dia akan tumpang tindih dengan BAIS, BIN, kejaksaan dan lain-lain tapi yang paling mendasar disitu kita melegalkan pelaksanaan operasi intelijen secara hukum, yang selama ini operasi intelijen itu dilarang secara hukum ya secara hukum dilarang,” tegasnya.

GeMOI Centre (Gerakan Muliakan Orang Indonesia) mendukung partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan untuk pembuatan atau revisi undang-undang. Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus memastikan setiap UU yang dibuat bermanfaat bagi rakyat.

Saat ini, RUU POLRI menjadi sorotan di tengah keluhan masyarakat terkait penegakan hukum yang amburadul. Pentingnya Peran POLRI dalam Penegakan hukum memiliki peran vital dalam menjaga tatanan sosial dan hukum, serta menegakkan keadilan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Namun, sistem penegakan hukum di Indonesia masih perlu perbaikan besar.

Partisipasi masyarakat sebagai warga hukum yang baik adalah kunci sukses dalam menciptakan negara hukum yang bersih dan adil.Krisis Kepercayaan terhadap Aparat Penegak Hukum Banyak masyarakat mengakui bahwa hukum bisa dibeli, menyebabkan aparat penegak hukum sulit diandalkan. Hukum seharusnya menjadi alat pembaruan masyarakat, namun kini malah sering disalahgunakan oleh oligarki dan mafia hukum. Ketidakadilan dalam penegakan hukum bisa memicu perlawanan anarkis yang merugikan pembangunan bangsa.Tanggung Jawab Bersama dalam Menegakkan Hukum.

GeMOI Centre menekankan pentingnya tanggung jawab setiap warga, khususnya penggiat hukum dan pejabat peradilan, dalam menegakkan hukum dengan berani, jujur, dan bertanggung jawab. Hal ini penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan penegak hukum lainnya.RUU POLRI dan Kebutuhan Hukum Kekinian.

Dr. Yusuf Warsim dari KOMPOLNAS menyatakan bahwa RUU POLRI adalah inisiatif DPR RI dan diperlukan untuk menjawab tuntutan hukum dan tugas POLRI kekinian. Namun, kajian mendalam diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih fungsi dengan lembaga negara lain seperti TNI dan BIN.

Dr. Abdul Chair Ramadhan menambahkan bahwa RUU ini diperlukan untuk memperjelas pemahaman tentang keamanan nasional yang dipilah tapi tak bisa. Kekhawatiran Penambahan Kewenangan TNI (Purn) Sulaeman Pontoh mengkritisi pasal dalam RUU POLRI yang memberi POLRI kewenangan menangani ancaman dari luar negeri, yang biasanya adalah tugas TNI.

Pakar tata negara juga mempertanyakan apakah rakyat butuh penambahan kewenangan ini atau lebih membutuhkan UU Keamanan Nasional.Reformasi Internal ABRI dan Keamanan Nasional Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi menjelaskan bahwa reformasi ABRI telah mengubah konsep keamanan, dengan penekanan pada hukum sebagai pilar demokrasi. Jika hukum tegak, rakyat akan aman. Jika hukum amburadul, itu adalah kegagalan demokrasi. Karenanya, keamanan harus dikelola oleh aparatur sipil sebelum TNI dilibatkan jika situasi memburuk.Partisipasi Publik dalam Pembentukan UUGeMOI Centre menyarankan agar RUU POLRI direvisi dan memberi kesempatan partisipasi publik sebelum disahkan. Ini untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan memastikan UU tersebut benar-benar menjawab masalah mafia hukum yang menyengsarakan rakyat. GeMOI juga meminta Presiden Jokowi untuk menunda pengiriman RUU ini ke DPR kecuali untuk pasal perpanjangan usia pensiun dan kesejahteraan anggota POLRI.Mendukung Partisipasi Publik dalam Pembuatan UUGeMOI Centre (Gerakan Muliakan Orang Indonesia) mendukung partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan untuk pembuatan atau revisi undang-undang. Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus memastikan setiap UU yang dibuat bermanfaat bagi rakyat. Saat ini, RUU POLRI menjadi sorotan di tengah keluhan masyarakat terkait penegakan hukum yang amburadul.Pentingnya Peran POLRI dalam Penegakan HukumPOLRI memiliki peran vital dalam menjaga tatanan sosial dan hukum, serta menegakkan keadilan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Namun, sistem penegakan hukum di Indonesia masih perlu perbaikan besar. Partisipasi masyarakat sebagai warga hukum yang baik adalah kunci sukses dalam menciptakan negara hukum yang bersih dan adil.Krisis Kepercayaan terhadap Aparat Penegak HukumBanyak masyarakat mengakui bahwa hukum bisa dibeli, menyebabkan aparat penegak hukum sulit diandalkan. Hukum seharusnya menjadi alat pembaruan masyarakat, namun kini malah sering disalahgunakan oleh oligarki dan mafia hukum. Ketidakadilan dalam penegakan hukum bisa memicu perlawanan anarkis yang merugikan pembangunan bangsa.Tanggung Jawab Bersama dalam Menegakkan HukumGeMOI Centre menekankan pentingnya tanggung jawab setiap warga, khususnya penggiat hukum dan pejabat peradilan, dalam menegakkan hukum dengan berani, jujur, dan bertanggung jawab. Hal ini penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan penegak hukum lainnya.RUU POLRI dan Kebutuhan Hukum KekinianDr. Yusuf Warsim dari KOMPOLNAS menyatakan bahwa RUU POLRI adalah inisiatif DPR RI dan diperlukan untuk menjawab tuntutan hukum dan tugas POLRI kekinian. Namun, kajian mendalam diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih fungsi dengan lembaga negara lain seperti TNI dan BIN. Dr. Abdul Chair Ramadhan menambahkan bahwa RUU ini diperlukan untuk memperjelas pemahaman tentang keamanan nasional yang dipilah tapi tak bisa dipisah

Kekhawatiran Penambahan Kewenangan POLRI.

Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi menjelaskan bahwa reformasi ABRI telah mengubah konsep keamanan, dengan penekanan pada hukum sebagai pilar demokrasi. Jika hukum tegak, rakyat akan aman. Jika hukum amburadul, itu adalah kegagalan demokrasi. Karenanya, keamanan harus dikelola oleh aparatur sipil sebelum TNI dilibatkan jika situasi memburuk. Partisipasi Publik dalam Pembentukan UU.

GeMOI Centre menyarankan agar RUU POLRI direvisi dan memberi kesempatan partisipasi publik sebelum disahkan. Ini untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan memastikan UU tersebut benar-benar menjawab masalah mafia hukum yang menyengsarakan rakyat.

GeMOI juga meminta Presiden Jokowi untuk menunda pengiriman RUU ini ke DPR kecuali untuk pasal perpanjangan usia pensiun dan kesejahteraan anggota POLRI.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top