Teknologi Telematika Mampu Mengurangi Risiko Korupsi di Birokrasi

 Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menghasilkan berbagai kajian kebijakan strategis di bidang administrasi publik dan manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Kajian-kajian ini dirancang untuk merespons isu-isu kebijakan administrasi publik yang berkembang di Indonesia, termasuk kajian tentang revolusi telematika.

Revolusi ini kerap menyoroti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta dampaknya terhadap manajemen pemerintahan. Oleh karena itu, kajian tentang revolusi telematika tidak hanya mengkaji penerapan teknologinya saja, tetapi juga bagaimana teknologi tersebut memengaruhi kebijakan publik, proses pengambilan keputusan, serta tata kelola pemerintahan.

Dr. Ir. Justiani Liem, M.Sc., Direktur Eksekutif GeMOI Centre, memberikan pandangannya bahwa revolusi telematika mendorong perampingan manajemen dan peningkatan efisiensi yang sudah tertanam (embedded) dalam sistem pemerintahan.

“Revolusi telematika memiliki dampak signifikan pada berbagai fungsi administratif yang berulang. Banyak tugas yang sebelumnya dikerjakan oleh manusia kini bisa diotomatisasi menggunakan teknologi, sehingga meningkatkan efisiensi dan mengurangi potensi korupsi serta transaksi yang tidak diperlukan,” ujar Justiani.

Justiani juga sepakat dengan kajian LAN yang menyarankan pengurangan jumlah kementerian menjadi maksimal 15 dengan cara menggabungkan beberapa kementerian. Hal ini bertujuan agar program-program pemerintah menjadi lebih holistik dan tidak tumpang tindih.

“Teknologi bisa memaksa perubahan pola pikir dari model pemerintahan yang birokratis dan terpusat, menjadi lebih desentralistik dan fokus pada pelayanan publik. Ini sangat penting bagi negara demokrasi, di mana akses masyarakat terhadap layanan publik harus lebih mudah dan dialogis,” lanjutnya.

Ia juga membandingkan transformasi ini dengan fenomena pusat perbelanjaan yang beralih menjadi pusat hiburan setelah tergeser oleh toko online. “Demikian juga dengan NKRI, yang bisa saja punah jika tidak mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.” tegasnya.

Lebih lanjut, Justiani mengusulkan pengembangan platform berbasis desa, seperti yang ia sebut sebagai “RepublikNuswantaraRaya-5.0,” yang dapat mengelola sekitar 90.000 desa di Indonesia. Menurutnya, peran kabupaten dan provinsi menjadi kurang relevan, kecuali di kota-kota besar yang sudah terjebak dalam kompleksitas modernisasi.

“Koordinasi antarwilayah harus lebih profesional dan berdasarkan kebutuhan spasial, bukan lagi ditentukan oleh politik,” pungkas Justiani Direktur Eksekutif Gerakan Muliakan Orang Indonesia (GeMOI).

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top